RUU Perampasan Aset: Instrumen Baru Pemberantasan Kejahatan

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana hadir sebagai terobosan penting dalam sistem hukum Indonesia. Selama ini, perampasan aset hasil kejahatan hanya dapat dilakukan melalui putusan pidana terhadap pelaku. RUU ini memperkenalkan rezim baru yang memungkinkan negara merampas aset melalui mekanisme perdata (civil forfeiture), terlepas dari status pidana pelaku.

Ruang Lingkup Aset

RUU ini mendefinisikan aset sebagai segala bentuk harta bernilai ekonomis, baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud. Aset yang dapat dirampas mencakup hasil tindak pidana, aset yang digunakan untuk melakukan kejahatan, aset pengganti, hingga kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan sah. Untuk menjaga proporsionalitas, hanya aset dengan nilai minimum Rp100.000.000,- (seratus juta Rupiah) yang dapat dirampas, khususnya yang terkait tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara empat tahun atau lebih.

Proses Perampasan Aset

Proses perampasan dilakukan melalui tahapan penelusuran, pemblokiran, penyitaan, hingga permohonan perampasan aset ke pengadilan. Uniknya, proses ini berjalan di ranah keperdataan melalui Jaksa Pengacara Negara, bukan sekadar penuntutan pidana. Mekanisme ini memastikan efektivitas pengembalian aset tanpa terhambat keberhasilan atau kegagalan pembuktian pidana.

RUU ini juga memberikan ruang perlindungan bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Mereka dapat mengajukan keberatan, membuktikan kepemilikan sah, dan menuntut ganti kerugian jika dirugikan akibat pemblokiran atau penyitaan.

Pengelolaan Aset

Dalam hal pengelolaan, aset yang telah dirampas akan berada di bawah kendali Jaksa Agung dengan prinsip profesionalisme, transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas. Aset rampasan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan negara melalui lelang, penggunaan, atau kerja sama pemanfaatan, sementara hasilnya masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Lebih jauh, RUU ini juga mengakomodasi kerja sama internasional. Negara dapat bekerja sama dengan pihak asing untuk melakukan penelusuran, penyitaan, hingga pembagian hasil aset yang dirampas lintas yurisdiksi.

Melalui regulasi ini, Indonesia tidak hanya memperkuat instrumen pemberantasan tindak pidana, tetapi juga mempertegas komitmen membangun integritas ekonomi, meningkatkan kepercayaan investor, serta menjaga keberlanjutan pembangunan nasional.